Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter
Kita sudah mempelajari budaya sekolah yang berdampak baik pada pengembangan karakter murid. Masih ingat materi video sebelumnya? Bagaimana aktivitas guru mengajak murid berkeliling sekolah, mengamati lingkungan sekolah hingga murid bisa menganalisa permasalahan yang terjadi di sekolah dan mendiskusikan solusinya. Dari aktivitas tersebut menumbuhkan karakter kritis pada murid. Nah, untuk memahami lebih dalam tentang Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter, pada sesi awal ini Anda diminta untuk merenungkan jawaban dari pertanyaan berikut ini.
- Seberapa besar pendidikan di sekolah berdampak pada pendidikan karakter murid?
- Pendidikan karakter seperti apa yang perlu dikembangkan dalam budaya Indonesia saat ini?
Kita semua percaya bahwa tujuan penting sekolah adalah pembentukan karakter. Itu mengapa banyak program sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter murid. Misalnya saja dulu pernah ada program kantin kejujuran dengan tujuan menumbuhkan karakter jujur pada murid atau program yang banyak dicanangkan saat ini adalah program literasi untuk menumbuhkan karakter kritis pada murid. Untuk menguatkan pemahaman kita tentang peran pendidikan karakter pada murid dan bagaimana sekolah mendukung murid dalam menumbuhkan karakter? Mari kita simak penjelasan berikut.
Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara:
“Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20)
Dari kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru perlu membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat.
Pertanyaannya sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri. Jika kita mengacu pada dasar negara kita yaitu, Pancasila, ada beberapa karakter yang dapat kita contoh, antara lain: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.
Eksplorasi Konsep - Refleksi Kritis tentang Budaya Positif
Membangun karakteristik seseorang bukanlah hal yang mudah, bahkan sangat sulit. Akan tetapi, sebagai pendidik, kita diberikan tugas untuk dapat membentuk calon-calon penerus bangsa yang memiliki karakter jujur, berkeadilan, bertanggung jawab, peduli dan saling menghormati.
Dalam dua atau tiga kalimat, tuliskanlah pandangan Anda mengenai sekolah sebagai institusi pembentuk karakter.
Penting bagi guru untuk memahami bagaimana guru harus memosisikan diri saat berhadapan dengan murid. Oleh karena itu, dalam sesi ini Anda akan mempelajari lebih dalam dengan melakukan refleksi “Guru seperti apakah kita selama ini?”. Dalam komponen kelas, posisi guru dapat dikatakan sebagai penggerak utama. Hal ini mewujudkan juga adanya kontrol guru dalam proses belajar mengajar.
Pertanyaan Pemantik: Posisi kontrol guru seperti apa yang dapat terwujud dalam budaya positif di sekolah?
Mari kita merefleksikan sejenak selama ini bapak dan ibu menjadi guru, sudahkah memposisikan diri kita secara tepat. Mari simak video berikut ini untuk lebih memahami Posisi Kontrol Guru.
Dalam hal ini kita tidak sedang menyalahkan salah satu situasi. Coba kita ingat ketika kita menjadi murid dulu. Pernahkah kita merasakan perasaan yang sama seperti Anton? Merasa kesal karena dihukum, merasa malu karena dipermalukan di depan kelas, merasa diawasi terus. Bedakan dengan guru pada kejadian 5. Apa yang dirasakan Anton? Betul! Merasa didengarkan. Untuk mengetahui lebih jelas hubungan guru dan murid berikut penjelasan posisi kontrol guru dalam video yang kita tonton sebelumnya.
Anda bisa menggunakan tabel ini untuk terus refleksi dan mengamati kondisi sekitar, apakah guru sudah memosisikan diri sebagai guru yang meningkatkan motivasi intrinsik murid untuk berkembang dan memberikan dampak murid untuk belajar disiplin dalam diri? Sekarang, Anda diminta untuk menuliskan posisi guru yang ingin Anda capai.
- Sebagai guru saya akan memosisikan diri saya sebagai guru….karena,....
- Rencana ke depan saya akan melakukan.
Tuliskan jawaban pada kolom dibawah ini.
Terima kasih telah melakukan refleksi bersama! Refleksi adalah modal utama guru penggerak, guru yang terus belajar! Setelah sesi ini, Anda akan mengikuti sesi perbedaan Disiplin dan Hukuman. Hal ini akan memudahkan Anda untuk mengambil posisi kontrol guru penggerak seperti contoh guru pada situasi ke-5 dalam video.
Disiplin dan Hukuman
Kita seringkali memandang bahwa hukuman adalah bentuk yang sama dengan proses pen-disiplin-an dan memberikan hukuman sebagai salah satu langkah dalam proses disiplin murid. Padahal, disiplin dan hukuman memiliki arti yang berbeda dan memberikan efek yang sangat berbeda dalam pembentukan diri murid.
Pada umumnya orang sering melihat 'disiplin' sebagai hal yang sama dengan 'hukuman', namun disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda.
Disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku murid, disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari.
Tujuan akhir dari disiplin adalah agar siswa memahami perilaku mereka sendiri, mengambil inisiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan menghargai diri mereka sendiri dan orang lain
- Fokus dalam mengoreksi dan mendidik
- Mendorong tanggung jawab dan disiplin diri
- Jangan pernah merusak atau membahayakan martabat pelajar atau pendidik
Kesepakatan Kelas
Pertanyaan pemantik:
- Apakah selama ini Anda sudah menerapkan pemberian kesepakatan kelas di sekolah Anda?
- Siapa saja yang turut berperan dalam menentukan kesepakatan kelas?
Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap pengajar. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.
Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Murid dapat mengalami kesulitan dalam mengingat banyak informasi, jadi susunlah 4 - 8 aturan untuk setiap kelas. Jika berlebihan, murid akan merasa kesulitan dan tidak mendapatkan makna dari kesepakatan kelas tersebut. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.
Kesepakatan yang disusun perlu mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Kesepakatan perlu dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala, seperti setiap awal semester. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan dapat ditulis, digambar, atau disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan disadari oleh murid. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid. Hal ini menjadi strategi yang baik untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.
Kesimpulan Aturan Menyusun Kesepakatan Kelas
Membuat kesepakatan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi ketika kita berhadapan dengan berbagai jenis murid yang memiliki sifat uniknya masing-masing. Tetapi, walaupun ini menjadi tantangan sendiri bagi kita, yakinlah bahwa kita tidak sendiri dan dapat bekerja sama dengan rekan guru untuk membuat strategi yang lebih efektif. Jangan ragu untuk berdiskusi dan meminta saran jika diperlukan. Jika cara yang kita pakai kurang berhasil, tidak apa-apa, mari coba cari jalan lain. Karena pada akhirnya, kesepakatan kelas membantu kita untuk menerapkan proses pendisiplinan kepada murid dan membantu guru untuk mengenal muridnya dengan lebih baik. Tidak apa jika gagal di awal, tapi jangan menyerah! Nah untuk membantu kita menyusun strategi yang lebih optimal, kita perlu pahami juga, posisi seperti apa yang kita perlukan, supaya murid bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan suasana kelas yang positif. Setelah ini Anda akan mempelajari lebih detail tentang Disiplin Positif sebagai landasan budaya positif dalam membangun hubungan guru dan murid di sekolah.
Kini kita telah sepakat bahwa hukuman berdampak buruk pada murid. Sehingga kita perlu berkomitmen untuk meninggalkan cara hukuman dalam pengajaran. Lantas bagaimana jika kita menumbuhkan disiplin tetapi kita merasa murid tidak mengikutinya? Mari kita simak contoh cerita Guru Mus berikut ini.
“Seorang guru bernama Guru Mus bertahun-tahun merasa bahwa hukuman paling efektif dalam mendidik murid. Hal ini terbukti dari murid-murid Guru Mus yang dirasa dulu “nakal” berubah sikap menjadi murid yang patuh ketika Guru Mus di kelas. Namun, suatu hari dia mendapatkan laporan jika murid-muridnya susah diatur guru lain. Guru Mus merasa murid-muridnya hanya patuh ketika ada beliau di kelas. Suatu ketika Guru Mus mendapatkan pelatihan guru, dalam pelatihan itu fasilitator menjelaskan perbedaan hukuman dan disiplin. Guru Mus berhenti menghukum, beliau cenderung membiarkan muridnya melakukan apa yang dia inginkan. Hasilnya kelas kacau tak terkendalikan. Lalu Guru Mus menggunakan sogokan, beliau berpikir sogokan lebih baik daripada hukuman. “Aku kan tidak menghukum murid” pikir Guru Mus. Lalu apa yang terjadi? Murid-muridnya kembali patuh dan kondisi kelas menjadi lebih tertata dari sebelumnya. Terdengar baik-baik saja ya? Sampai suatu ketika Guru Mus mengajak murid melakukan kegiatan pembelajaran, ada seorang murid berkomentar “Aku kalau melakukan kegiatan itu dapat apa Pak?”. Sontak Guru Mus kaget, “Ternyata muridku terlihat patuh selama ini karena ingin hadiah dariku”. Guru Mus bingung bagaimana menumbuhkan disiplin pada murid tetapi tidak menggunakan hukuman dan sogokan”
Apakah Anda pernah mengalami kejadian yang sama seperti Guru Mus? Atau ada rekan guru yang pernah bercerita hal yang sama persis yang dialami Guru Mus. Dilematik ya? Satu sisi kita sebagai guru bingung harus menerapkan metode seperti apa, namun juga tidak ingin kondisi kelas menjadi gaduh dan ingin murid menjadi mandiri. Lantas solusinya apa?
Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, penyedia penitipan anak, pekerja muda, dan lainnya).
Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.
Untuk melakukan pendekatan disiplin positif, Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak perlu menjadikan kriteria ini sebagai panduan dalam membangun hubungan dengan murid.
- Bersikap baik dan tegas di saat yang bersamaan (menunjukkan sikap hormat dan memberi semangat).
- Membantu murid merasa dihargai dan memiliki keterikatan antara dirinya dengan guru dan teman di kelasnya, sehingga ia merasa menjadi bagian dari kelas.
- Memiliki komitmen untuk mempertimbangkan efektivitas dan dampak jangka panjang bagi proses belajar murid dari tindakan yang diambil (misalnya; pemberian hukuman bersifat dapat menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi berpotensi memberikan dampak negatif dalam proses belajar pada anak yang bersifat jangka panjang). Dengan begitu, pendidik fokus pada perubahan dan peningkatan perilaku yang menetap, bukan hanya pada perilaku yang berhasil ditampakkan pada saat itu.
- Menerapkan disiplin positif berarti membekali murid dengan keterampilan sosial dan mendukung pertumbuhan karakter yang baik seperti rasa hormat, kepedulian terhadap orang lain, komunikasi yang efektif, pemecahan masalah, tanggung jawab kontribusi, kerja sama.
- Mengajak murid untuk menemukan bagaimana mereka mampu dan dapat menggunakan kekuatan diri mereka dengan cara yang membangun.
Disiplin Positif mengajarkan orang dewasa untuk menggunakan kebaikan dan ketegasan pada saat yang sama, serta tidak menghukum maupun permisif.
Disiplin positif bukanlah :
- Membiarkan peserta didik melakukan apa pun yang mereka inginkan
- Tentang tidak memiliki aturan, batasan atau harapan
- Tentang reaksi jangka pendek
- Hukuman alternatif untuk menampar, memukul dan mempermalukan
Disiplin positif adalah :
- Solusi jangka panjang yang mengembangkan disiplin diri peserta didik
- Komunikasi yang jelas dan konsisten
- Penguatan harapan, aturan, dan batasan Anda secara konsisten
- Didasarkan pada mengenal peserta didik dan bersikap adil
- Membangun hubungan yang saling menghormati dengan peserta didik
- Mengajar peserta didik keterampilan seumur hidup dan menumbuhkan kecintaan mereka belajar
- Mengajar sopan santun, tanpa kekerasan, empati, harga diri dan rasa hormat untuk orang lain dan hak-hak mereka
- Meningkatkan kompetensi dan kepercayaan diri peserta didik untuk menangani tantangan akademik dan situasi sosial yang sulit.
(Durrant,J. 2010. Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators. Save the Children, Sweden. )
Penerapan Disiplin Positif di Sekolah dengan Pendekatan Holistik
Menerapkan pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Murid cenderung menjadikan orang dewasa sebagai model; jika murid melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik atau psikologis, mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada kemungkinan mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah. Sekolah perlu bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktikkan disiplin positif di rumah. Berikut peran dan tanggung jawab berbagai struktur sekolah meliputi:
Guru
|
Kepala sekolah
|
Orang Tua
|
Komentar
Posting Komentar