Metode Montesori, Frobel dan Taman Anak Permainan Anak Adalah Pendidikan

 

Barangkali pembaca sudah pernah mendengar, bahwa dalam Taman

Siswa diadakan kelompok Taman Anak, yang di HIS sama dengan Voorklas,

Kelas 1, II dan III. Sementara, kelompok yang kedua dinamakan Lagere School

(Taman Muda), yaitu mulai kelas 4 sampai 7 jika menurut aturan HIS.

Kedua kelompok tersebut mempunyai ketua sendiri-sendiri,. Metode

pengajaran yang digunakan pada keduanya juga berdea. Umpanyanya,

pengajar di Taman Anak semunya adlaah guru wanita (sontrang/mentrik).

Sebab, rasa batin anak kecil (kecintaan, tasa takut, bangga, manja) masih

tertuju kepada Ibunya sehingga anak-anak tersebut masih sehati dengan

pendidik wanita. Adapun pada HIS kelas yang tinggi, anak-anak kebanyakan

sudah berlagak seperti laki-laki dewasa dan suka bergaul dengan bapaknya.

Oleh karena itu, mereka harus dididik oleh guru laki-laki.

Selain itu, mata pelajaran di Taman Anak tersebut dikonsentrasikan pada

pelajaran Latihan panca indra. Sebab, mendidik anak kecil itu bukan atau

belum memberikan pengetahuan, akan tetapi baru berusaha akan

menyempurnakan rasa pikiran. Segala tenaga dan tingkah laku lahir yang

mereka miliki sebenarnya besar pengaruhnya bagi kehidupan batin mereka

dan demikian pula sebaliknya. Jalan perantaraan Pendidikan lahir ke dalam

batinnya tesebut adlaah melalui paca indra. Maka dari tiu, Latihan paca

indra adalah pekerjaan lahir untuk mendidik batin (pikiran, rasa, kemauan,

nafsu dan lain-lain)

Di Eropa, metode pengajaran seperti itu juga diakui. Orang yang pertama

mendidik anak dnegna cara demikian ialah sang pujangga pendidik, Dr. 


Frobel. Selain itu, juga ada sang pujangg wanita, yakni Dr. Maria Montessori di

kota Roma (Italia). Metode Frobel dan Montessori in mempunyai perbedaan

yang cukup besar, tetapi ini yang dimiliki sebenarnya sama, yaitu mencari

jalan lahir untuk mendidik batin.

Mari kita Kembali ke pembahasan tentang ‘Taman Anak’ di Yogyakarta.

Dalam proses pembelajarannya, ternyata tidak hanya mengkonsentrasikan

pada pelajaran (latihan) panca indra saja, tetapi permainan anak juga

dimasukkan pada pembelajaran di sekolah sebagai kultur. Kita tidak dapat

membandingkan metode Frobel, Montessori dan Taman Siswa tentang

pengaruh tenaga lahir pada batin seperti berikut:

a. Montessori mementingkan pelajaran panca indra, hingga ujung jari pun

dihidupkan rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan panca

indra dan semua itu bersifat pelajaran. Anak diberi kemerdekaan

dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan.

b. Frobel juga mendjaikan panca indra sebagai konsentrasi

pembelajarannya, tetapi yang diutamakan adlah permainan anakanak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran panca indra juga

diwujudkan mengjadi barang-barang yang menyenangkan anak.

Namun, dalam proses pembelajarannya anak masih diperintah.

c. Taman Siswa bisa dikatakan memakai kedua metode tersebut, akan

tetapi pelajaran paca indra dan permainan aka itu tidak dipisah, yaitu

dianggap satu. Sebab, salam Taman Siswa terdapat kepercayaan

bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak

tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala

alat-alat yang bersifat mendidik si anak.

Beberapa contoh dapat disebutkan, misalnya permainan anak Jawa

seperti: sumbar, gateng, dan unclang ang mendidik anak agar saksama (titi

paritis), cekatan, menjernihkan penglihatan dan lain-lain. Kemudian juga 


permainan seperti: dakon, cublak-cubak suweng dan kubuk yang mendidik

anak tentang pengertian perhitungan dan perkiraan (taksiran). selain itu,

permainan gobag, trembung, raton, cu, geritan, obrog, panahan si, jamuran,

jelungan, dan lain-lain.nya yang bersifat olahraga yang tentunya akan

mendidik anak dalam hal: kekuatan dan kesehatan badan, kecekatan dan

keberanian, ketajaman dalam penglihatan dan lain-lain ada juga

permaianan seperti: mengutas bunga (ngronce), menyulam daun pisang

atau janur, atau membuat tikar, dan pekerjaan anak lainna yang dapat

menjadikan mereka memiliki sikanp tertib dan teratur.

Melihat kondisi anak kita sendiri seperti yang dtelah dijelaskan diatas,

sudah barang tentu bahwa kita bangsa Indonesia juga memiliki sejenis

metode Montessori dan metode Froble yaitu Metode Kodrat Iradat (Natur dan

Evolusi). Bisa juga dinamakan metode Kaki Among Nini Among, yaitu metode

Among Siswa.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa kita tidak perlu mengadakan

barang tiruan jika memang kitas dudah mempunyai barang tersebtu sendiri.

Sebagab, barang tiruan tidak akan dapat menyamai barang yang munri

seperti kepunyaan sendiri. Kain cap meskipun indah rupanya, tetapi

derajatnya dibawah kain batik. Yang boleh kita pakai sebagai alat

penghidupan yaitu barang-barang yang tidak kita miliki. Namun,

waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang

dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan

hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu.

Maksdunya, disesuaikan dengan rasa kita dan keadaan hidup kita. Inilah yang

dinamakan “menasionalisasikan”.

Penjelasan singkat tentang permainan anak sebagai alat pendidikan dan

juga tentang asas-asasnya ‘Taman Anak’ dala Taman Siswa yang disesuaikan

dengan metode Montessori dan Frobel tersebut bertujuan agar kaum

pendidik dan ibu-ibu dapat mengadakan metode sendiri yang selaras

dengan kehidupan bangsa kita.

Komentar